Disdikbud Samarinda minta setiap sekolah bentuk tim pencegahan. Sebagai upaya mengantisipasi tindak asusila di lingkungan sekolah.
Kaltim.akurasi.id, Samarinda – Dalam kurun waktu berdekatan, masyarakat Kota Tepian dihebohkan oleh dua oknum guru yang tega melakukan tindakan asusila kepada anak didiknya sendiri. Insiden tersebut secara tidak langsung sudah menodai institusi pendidikan di Samarinda, termasuk memberikan rasa trauma mendalam bagi korban.
Menanggapi hal tersebut, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Samarinda memberikan sejumlah rekomendasi bagi satuan pendidikan agar kejadian serupa tidak terulang lagi.
“Lingkungan sekolah harus memberikan rasa nyaman, aman, dan bebas dari seluruh tindak kekerasan sesuai dengan peraturan undang-undang yang ada. Kami imbau sekolah melakukan tindakan pencegahan kekerasan,” tutur Kepala Disdikbud Samarinda Asli Nuryadin pada pernyataan tertulis yang diterima media ini, Rabu (18/2/2025).
Sebagai langkah paling dasar, ia meminta agar setiap satuan pendidikan melakukan sosialisasi secara rutin kepada seluruh warga sekolah mengenai pencegahan tindak kekerasan. Selain itu turut mengedukasi peserta didik, tenaga pendidik, dan tenaga kependidikan mengenai dampak dan cara pencegahannya.
Sebagai langkah lebih lanjut, perlu dibentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan (PPKSP). Di mana tim ini akan bertugas menerima laporan, menangani, dan melakukan pencegahan tindak kekerasan.
“Tim ini harus berkoordinasi dengan pihak terkait, termasuk Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Samarinda serta pihak berwenang lainnya,” sambung dia.
Asli Minta Sekolah Sediakan Kanal Pelaporan Anonim
Tidak sampai disitu, ia meminta pihak sekolah menyediakan kanal atau mekanisme pelaporan yang mudah diakses bagi peserta didik dan tenaga kependidikan yang mengalami atau menyaksikan tindakan kekerasan. Dengan garis bawah, menjamin kerahasiaan identitas pelapor untuk mencegah intimidasi atau tindakan balasan.
Kemudian, mendorong sekolah meningkatkan pengawasan terhadap interaksi di lingkungan sekolah. Terutama pada kegiatan di luar jam kegiatan belajar mengajar (KBM), seperti kegiatan ekstrakurikuler.
“Termasuk memberikan pendampingan kepada korban kekerasan agar mendapatkan perlindungan dan pemulihan psikologis,” tutur Asli.
Apabila tindak kekerasan terjadi di sekolah, maka ia mewajibkan penerapan sanksi yang sesuai dengan peraturan. Berupa langkah-langkah disipliner terhadap pelaku kekerasan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Yang terakhir kami mengimbau agar tidak ada kegiatan ekstrakurikuler di sekolah tanpa adanya pengawasan dari pihak sekolah,” pungkasnya. (*)
Penulis: Yasinta Erikania Daniartie
Editor: Devi Nila Sari