Sejak jaman kepemimpinan Gubernur ke-9 Muhammad Ardans Kaltim, ekonomi Kaltim disamakan dengan pribahasa “tikus mati di lumbung padi”. Pribahasa ini dipakai untuk menjelaskan suatu daerah yang kaya dan makmur tapi masyarakatnya tak dapat menikmati.
Kaltim.akurasi.id, Samarinda – Dalam waktu dekat, Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) akan kembali melakukan pemilihan gubernur (pilgub) pada November mendatang. Pengamat Ekonomi dari Universitas Mulawarman (Unmul) Purwadi Purwoharsojo mengatakan ada sejumlah pekerjaan rumah yang harus diselesaikan bagi kandidat yang ingin menjadi KT 1. Salah satunya adalah permasalahan di sektor ekonomi.
Apalagi Kaltim disebut memiliki banyak julukan untuk itu. Misalnya, sejak jaman kepemimpinan Gubernur ke-9 Muhammad Ardans Kaltim, ekonomi Kaltim disamakan dengan pribahasa “tikus mati di lumbung padi”. Pribahasa ini dipakai untuk menjelaskan suatu daerah yang kaya dan makmur tapi masyarakatnya tak dapat menikmati.
“Hal ini dikemukakan oleh Mantan Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi, saat itu ia menjadi pembicara seminar ekonomi di Unmul,” terangnya di Samarinda pada Selasa (23/4/2024).
Kaltim memiliki sumber daya alam yang begitu kaya, sayangnya di daerah ini masih harus berkutat dengan kemiskinan, stunting, jalan rusak, sumber daya manusia (SDM) yang belum merata, hingga pembangunan infrastruktur di daerah yang belum berbanding lurus dengan apa yang dikeruk dari sumber daya alam (SDA).
Selain itu, kata Purwadi, Kaltim juga dijuluki enklaf oleh salah seorang profesor dari Universitas Padjajaran (Unpad). “Enklaf itu kan menutup yang sudah dibuka, iya kalau ada yang masih bisa ditutup tapi kalau terbuka semua dan yang menutupi tidak ada, mau kebagian apa,” sambungnya.
Ekonomi Kaltim juga masih dikatakan tradisional karena masih mengandalkan SDA. Dulu kayu menjadi andalan Kaltim sebagai pemasukan, saat kayu mulai habis lalu beralih ke batubara. Tak hanya itu, kebun kelapa sawit yang menjadi andalan Kaltim juga disebut tak dapat bertahan lama karena kesuburan tanah yang tidak memungkinkan selamanya ditanami komoditas tersebut.
Ia menyebut selama ini APBD Kaltim masih bergantung dengan pemerintah pusat di Jakarta, yakni dengan bagi hasil sumber daya alam. Sehingga ia meminta agar pemprov tak melulu membanggakan setiap tahun mendapatkan transfer yang besar. Karena hal ini berbanding lurus dengan eksploitasi yang ada di Benua Etam.
Menurutnya, calon pemimpin yang tidak bisa melakukan transfer ekonomi dari SDA ke wisata, ekraf, pertanian, serta sektor jasa. Maka sama saja dengan gubernur sebelumnya.
“Jadi saya bilang, berani engga Gubernur ke depan stop tambang,” seru Purwadi.
Ia meminta agar cagub maupun cawagub dapat meniru Bangka Belitung, yang berani keluar dari zona nyaman tersebut. Jika masih bersikap sama, maka KT 1 itu nantinya dinilai sebagai birokrat biasa.
Sejumlah pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pun ia beberkan. Misalnya, tambang ilegal, kasus 21 IUP palsu, serta nasib nak-anak yang menjadi korban lumbang tambang yang sampai hari masih mencari keadilan.
“Itu kan tanggung jawab kepala daerah,” tegasnya. (*)
Penulis: Yasinta Erikania Daniartie
Editor: Redaksi Akurasi.id