Pengamat Politik Unmul Budiman menilai putusan penghapusan batas parlemen 4 persen sebagai hal positif. Menurutnya, ini penghargaan atas suara yang hilang.
Kaltim.akurasi.id, Samarinda – Mahkamah Konstitusi lagi-lagi menjadi buah bibir di tengah masyarakat. Kali ini, lewat putusannya Nomor 116/PUU-XXI/2023.
Dimana MK mengabulkan gugatan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengenai ketentuan ambang batas parlemen (parliamentary threshold) sebesar 4 persen suara sah nasional yang diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Aturan ini memungkinkan calon legislatif (caleg) yang memiliki cukup suara melenggang ke parlemen. Meski, berasal dari partai yang tidak mampu memenuhi ambang batas parlemen 4 persen.
Menurut Pengamat Politik Universitas Mulawarman (Unmul), Budiman, putusan ini dapat dilihat sebagai penghargaan bagi suara-suara yang hilang.
“Artinya, dengan penghapusan itu, memberikan ruang bagi suara masyarakat yang memilih partai kecil,” jelasnya saat dihubungi melalui seluler oleh wartawan Akurasi.id, Jumat (1/3/2024).
Secara tidak langsung, setiap partai mempunyai segmentasi pemilih masing-masing. Dengan putusan ini, membuka peluang bagi kebutuhan masyarakat pada segmen tersebut maju ke parlemen.
Ia pun memberikan contoh. Misalnya Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang saat ini mendapat 3,99% suara. Atau Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang mendapat sekira 2,8 persen suara.
“Inikan sayang, harusnya bisa dapat beberapa kursi,” tambah Budiman.
Menilik ke belakang, ia pun mengingat kembali Pemilu 2019. Saat itu, caleg dari PSI, Giring Ganesha Jumaryo dan Grace Natalie, mendapatkan suara yang tinggi. Namun, gagal masuk parlemen karena kapalnya tidak memenuhi parliamentary threshold.
Penghapusan Ambang Batas Parlemen 4 Persen Berpotensi Sebabkan Keributan
Kendati demikian, putusan ini dapat menimbulkan sejumlah indikasi ke depan. Hal ini membuka peluang munculnya partai baru dan eksisnya partai-partai kecil. Sayangnya, di sejumlah negara yang memiliki banyak partai, justru menyebabkan kondisi politik menjadi tidak stabil.
“Pertarungan akan terbuka. Karena muncul berbagai macam ide serta harapan yang harus diperjuangkan ke parlemen. Kasarnya gini, potensi ributnya tinggi,” imbuh Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Unmul ini.
Namun, putusan ini menimbulkan pro dan kontra. Beberapa pihak ada yang menyebut jika ini dilakukan oleh campur tangan Presiden RI Joko Widodo untuk meloloskan PSI ke parlemen. Yang kini dipimpin oleh anak bungsunya, Kaesang Pangarep.
Budiman menyebut, hal ini masih menjadi tanda tanya, meski segala sesuatunya masih bisa kalau mau di cocokkan.
“Kalau saya, melihat dari sisi bagaimana MK menghargai suara untuk memilih partai tertentu yang seharusnya lolos,” tutupnya. (*)
Penulis: Yasinta Erikania Daniartie
Editor: Devi Nila Sari