Proyek infrastruktur di Samarinda mendapat kritikan. Pasalnya, pembangunan yang dilakukan dinilai cepat rusak dan minim pengawasan.
Kaltim.akurasi.id, Samarinda – Gencarnya pembangunan infrastruktur di Samarinda saat ini menjadi perhatian warga. Terutama dalam hal pembangunan drainase, revitalisasi pasar tradisional, serta pembangunan dan perbaikan jalan.
Pasalnya, sejumlah pembangunan tersebut dinilai tidak tahan lama atau cepat rusak. Seperti yang terjadi di Jalan Nusyiwan Ismail, Kecamatan Sungai Kunjang, yang baru saja diperbaiki tetapi sudah mengalami kerusakan.
Pengamat Politik dan Kebijakan Publik Universitas Mulawarman (Unmul), Saipul Bachtiar menilai, hal ini bisa terjadi karena kurangnya pengawasan pada pembangunan di beberapa titik di Kota Samarinda. Menurutnya, pengawasan seharusnya dilakukan secara maksimal dari awal hingga akhir pengerjaan proyek.
“Pengawas harus memastikan bahwa pengerjaan proyek sesuai dengan aspek administratif, perjanjian antara pemerintah kota dengan kontraktor, serta spesifikasi teknis yang telah disepakati,” kata dia.
Baca Juga
Meskipun pembangunan infrastruktur fisik terlihat signifikan. Namun, yang perlu dibuktikan adalah kualitas dan ketahanannya.
“Apakah bangunan, jalan, gang, jembatan, dan turap yang dibangun memiliki kualitas yang baik? Jangan sampai proyek yang dikerjakan dengan cepat hanya bertahan sebentar dan mudah rusak,” tegasnya.
Pemkot Samarinda Harus Pertegas Sanksi
Dia menegaskan, jika hanya berorientasi pada percepatan pengerjaan tanpa pengawasan yang ketat, maka hasilnya tidak akan optimal.
Baca Juga
“Di sini terlihat kelemahan dalam pengawasan dan pemberian sanksi. Jika proyek pemerintah kota ditemukan mengalami kelalaian, terutama kesengajaan dalam mengabaikan standar-standar yang harus dipenuhi oleh pihak ketiga, maka perusahaan tersebut harus masuk daftar hitam (blacklist),” imbuhnya.
Dalam hal ini, tidak hanya perusahaannya, tetapi juga individu-individu yang terlibat. Ia menegaskan, jangan sampai mereka hanya mengganti nama perusahaan dan tetap mendapatkan proyek pemerintah.
Selain itu, sanksi juga harus diberikan kepada pengawas proyek dari pihak pemerintah kota yang bertanggung jawab dalam pengawasan.
“Jika ditemukan kelalaian atau kesengajaan, maka perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Hal ini bisa saja mengarah pada praktik KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme). Jika terbukti ada unsur KKN, maka seharusnya ada sanksi pidana sebagai efek jera,” tegasnya.
Lebih gamblang, Saipul Bachtiar menambahkan, terkait gaya Wali Kota Samarinda, Andi Harun, yang kerap menegur staf atau bawahannya di depan awak media. Ia menilai, tindakan tersebut adalah upaya mencari popularitas.
“Jika wali kota hanya mengkritik di media sosial atau melalui video yang menegur bawahannya di depan publik, itu memang bisa menjadi terapi psikologis bagi pejabat pemerintah kota. Namun, yang ditunggu masyarakat adalah tindakan nyata berupa sanksi tegas. Jika tidak ada hukuman yang jelas, maka semua itu hanya akan dianggap sebagai upaya mencari popularitas,” tuturnya.
Baca Juga
Selain itu, DPRD juga memiliki peran penting dalam mengawasi proyek sejak awal. Mereka seharusnya bisa mencegah masalah sejak dini, bukan hanya mengkritik setelah proyek selesai.
“Jika DPRD tidak menjalankan fungsi kontrolnya dengan baik, maka mereka juga harus dikritik. Hal yang sama berlaku dalam proyek-proyek pemerintah,” pungkasnya. (*)
Penulis: Muhammad Zulkifli
Editor: Devi Nila Sari