Lapas Kelas II A Tenggarong mengalami overkapasitas dengan 1.479 warga binaan, di mana 944 orang terjerat kasus narkoba. Kondisi ini mencerminkan tingginya angka kejahatan narkotika di Kaltim dan tantangan sistem pemasyarakatan dalam menangani kasus serupa.
Kaltim.akurasi.id, Samarinda – Hingga Februari 2025, Lapas Kelas II A Tenggarong menampung 1.479 warga binaan pemasyarakatan (WBP). Dari jumlah tersebut, mayoritas berasal dari kasus narkoba, yakni sebanyak 944 orang.
Kepala Lapas Kelas II A Tenggarong, Suparman, merinci jumlah WBP berdasarkan jenis kasus yang menjerat mereka. Selain narkotika, terdapat delapan orang terkait tindak pidana korupsi (tipikor) dan lima orang terjerat kasus ilegal logging.
“Di lapas kami tidak ada narapidana teroris maupun warga negara asing (WNA),” ujarnya di Tenggarong, Senin (24/2/2025).
Selain itu, terdapat satu orang yang terjerat kasus perdagangan manusia (trafficking), sembilan orang terkait pelanggaran Undang-Undang (UU) Darurat, 92 orang dalam kasus perlindungan anak, serta 420 orang lainnya menjalani hukuman atas kasus pidana umum.
Secara umum, penghuni lapas terbagi menjadi dua kategori, yakni tahanan dan narapidana. Perbedaannya terletak pada status hukum mereka—tahanan masih dalam proses peradilan, sedangkan narapidana telah mendapat putusan inkrah atau berkekuatan hukum tetap.
Per Selasa (18/2/2025), Lapas Kelas II A Tenggarong mencatat terdapat 476 tahanan dewasa, dengan rincian 79 orang tahanan kejaksaan, 169 tahanan pengadilan negeri, 211 orang tahanan pengadilan tinggi dan 17 orang tahanan Mahkamah Agung.
Sementara itu, jumlah narapidana mencapai 1.003 orang dewasa, yakni 933 narapidana dengan hukuman lebih dari satu tahun, 16 napi dengan hukuman antara satu hingga tiga tahun, tujuh napi dengan hukuman di bawah tiga bulan dan 47 narapidana dengan hukuman pengganti denda.
“Pada hari yang sama, dua narapidana dinyatakan bebas bersyarat,” tambah Suparman.
Dengan jumlah WBP yang ada, Lapas Kelas II A Tenggarong mengalami kelebihan kapasitas. Pasalnya, kapasitas ideal lapas ini hanya 416 orang.
Kondisi overkapasitas ini juga menjadi perhatian Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Republik Indonesia, Komjen Pol Marthinus Hukom. Saat berkunjung ke Samarinda, ia menegaskan bahwa masalah ini harus segera diatasi.
“Di Indonesia, sekitar 52 persen penghuni lapas dan rutan berasal dari kasus narkotika,” ujarnya. (*)
Penulis: Yasinta Erikania Daniartie
Editor: Redaksi Akurasi.id