
Bicara persoalan banjir di Kaltim, Sigit Wibowo: Dari Samarinda hingga Balikpapan banyak tersandung soal lahan. Sengketa pembebasan lahan diakuinya menjadi masalah pelik atas persoalan banjir di Kaltim. Artinya, tidak melulu hanya karena persoalan minimnya anggaran.
Akurasi.id, Samarinda – Pemerintah daerah hingga kini masih belum mampu mengurai permasalahan banjir di beberapa kabupaten/kota di Kaltim. Sehingga, persoalan inipun masih menghantui kehidupan masyarakat Tanah Benua Etam, sebutan Kaltim.
Misalnya di Samarinda dan Balikpapan, sebagai daerah langganan banjir selain Kutai Kartanegara dan Bontang. Banjir yang kerap melanda di beberapa tempat tersebut pun membuat masyarakat terpaksa hidup berdampingan dengan genangan air yang kerap merendam rumah sebagai tempat berlindung maupun fasilitas umum lainnya.
Dalam hal ini, pemerintah kabupaten/kota selalu berdalih terbatasnya anggaran dalam melakukan penanganan di lapangan. Sehingga membuat ruang gerak pengerjaan proyek selalu terbatas dan belum mampu menyentuh titik krusial permasalahan banjir dimaksud.
Sebagai informasi, sedikitnya 50 titik wilayah di Samarinda kerap tergenang banjir. Dari sekian titik tersebut, sedikitnya 3 titik yang menjadi perhatian pemerintah kota yaitu banjir di simpang empat Lembuswana, Banjir di simpang empat Sempaja, dan Jalan DI Pandjaitan.
Sedangkan untuk Balikpapan, sedikitnya terdapat 20 titik yang kerap berlangganan banjir. Di antara titik tersebut, terdapat 3 kawasan yang selalu terendam banjir, yaitu Kelurahan Karang Rejo, Mekarsari, dan Sumber Rejo.
Sebagai wakil rakyat, Wakil Ketua DPRD Kaltim Sigit Wibowo menegaskan, pihaknya selalu memperjuangkan program-program yang belum ditangani pemerintah daerah setiap tahunnya. Mengingat hingga kini telah ada program penanganan banjir yang memang telah berjalan seperti di Sungai Ampal atau Jalan MT Haryono Balikpapan.
“Setiap tahunnya memang harus ada program yang diperjuangkan, namun ada keterbatasan anggaran. Program-program tidak hanya dilakukan Balikpapan dan Samarinda saja, namun ada juga yang langsung dikerjakan pemprov,” jelasnya.
[irp]
Namun demikian, menurutnya, beberapa titik persoalan banjir di Kaltim tak lagi mampu ditangani oleh satu pihak saja, dalam hal ini pemerintah kabupaten/kota maupun pemprov. Namun, memerlukan peran serta pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang membentuk satu kesatuan dalam melakukan penanganan bersama.
Seperti di Samarinda, sebutnya, keadaan kota yang memang sudah sangat padat membuat penanganan banjir dengan normalisasi fungsi sungai memerlukan beberapa pembebasan lahan. Sedangkan pembebasan lahan memerlukan anggaran yang tidak sedikit, terkait ganti rugi dan sebagainya.
Melihat hal ini, pemerintah pusat sebenarnya tidak tutup mata. Namun, dalam penggelontoran anggaran, pemerintah pusat tak ingin ada risiko mengenai dampak sosial terhadap masyarakat. Sehingga, dikatakannya, disinilah peran pemerintah kabupaten/kota diperlukan sebagai ujung tombang dalam hal pembebasan lahan dan pemberian kompensasi yang layak.
[irp]
“Saya rasa program-program itu mau masuk, tapi permasalahan yang cukup tinggi itu tuntutan untuk penyelesaian masalah sosialnya dan itu yang dipusingkan pemkot. Makanya perlu pendekatan dengan masyarakat. Kalaupun ganti rugi, bukan berarti ganti untung, artinya yang sepadan NJOP,” kata dia.
Menurutnya, hal itulah yang mempersulit perpanjangan tangan pemerintah pusat dalam menyentuh program-program pemerintah daerah. Tidak seperti IKN yang memang program pemerintah pusat langsung. “Mereka juga kan pakai skala prioritas, tapi yang penting juga harus ada lobi-lobi,” pungkasnya. (*)
Penulis: Devi Nila Sari
Editor: Redaksi Akurasi.id